MEREKA TELAH MENEPATI JANJI

Dunia tulis menulis adalah dunia yang tidak asing bagiku.
Sejak SMP aku sudah menuangkan kegiatanku di buku Diary. Bahkan aku sering bersurat-suratan dengan para sahabat penaku yang kukenal melalui buletin susu Klim hingga kami SMA.
Tetapi tetap saja harus jungkir balik bila saatnya ada tugas mengarang pada pelajaran bahasa Indonesia.

Ketika aku kuliah, tak lagi sembunyikan buku Diary ku karena takut dibaca orang, karena aku telah menciptakan huruf sendiri yang kuadaptasi dari tulisan Jawa Kuno, Hanacaraka dan sedikit sentuhan tulisan dari bangsa Thai.

Image
Seiring kesibukanku, menulis tidak lagi menjadi kesukaanku sehingga lama terbengkalai.
Baru setelah dunia maya dunia internet semakin membumi, mulailah aku menulis lagi di tahun 2007, dan Yahoo 360 derajad adalah pilihanku.

Image

Di Yahoo 360 derajad aku tidak bertahan lama. Karena seringkali aku dikecewakannya. Beberapa kali setelah tulisanku aku published tidak tampak di blog. Setelah berkali-kali aku post barulah muncul. Begitu seterusnya hingga akhirnya bulan September 2008 seorang teman, Utin, mengundangku membuat blog di Multiply.
Lalu dengan segala kerepotannya mulailah ku export tulisanku dari Yahoo 360 derajat ke Multiply.

Image

Aku merasa nyaman rumah baruku ini. Walaupun pernah juga aku membuat akun di Blogspot untuk urusan alumni SMA ku, toh aku tak berniat pindah ke lain hati dari Multiply. Sampai setahun lalu, 2012, pihak manajemen Multiply mengumumkan bahwa mereka akan mengkhususkan dibidang perdagangan. Para blogger diharapkan untuk mencari domain baru.

Sejenak aku panik, karena menurutku tidak ada satu rumahpun yang senyaman Multiply.
Bukannya aku tidak berusaha.
Aku pernah bikin rumah disini, WordPress. Sudah kusetting se’aku’ mungkin, tapi mentok di export foto. Lalu kutinggalkanlah akunku.

Kucobalah Blogger.
Kupikir sama sajalah antara Blogger dan Blogspot toh aku pernah bikin Blogspot.
Dan taraaaaaaa…………blog ku bertuliskan huruf Arab sodara-sodara !
Sudah berkali-kali aku mengiba kepada managemen Google untuk mengembalikan akunku ke huruf latin, tidak juga membuahkan hasil.

Alhasil patah aranglah diriku.
Sementara teman lain sudah pada pindahan, entah kemana, aku masih bertahan di Multiply.
Bahkan salah seorang kontakku dan kontak baruku, mbak Julie membesarkan hatiku bahwa Multiply batal memindahkan segmen mereka.
Maka semakin malaslah aku mencari rumah baru.

Ternyata pak Hammus Rippin salah, mbak Julie pun juga salah. Multiply menepati janjinya. Entah kapan tepatnya, mereka telah menutup segmen blogger. Mereka menutup rumah kami. Apa mau dikata, namanya juga rumah gratis, harus nurut dong sama yang punya lahan.

Dengan sedikit sepihan blog ku dari Multiply yang berhasil aku selamatkan, kuhidupkan lagi WordPress ku yang sempat aku tinggalkan. Berharap pengalaman yang lalu tidak akan terulang. Disinilah aku akan memulai menulis blog lagi.
Here I am

RINDU

May 23, ’12 10:36 AM
for everyone
 
 
Kekasihku
Engkau selalu ada untukku
Engkau usap air mataku
Dikala hatiku terluka
Engkaupun tersenyum
Disaat hatiku gembira
 
Kekasihku
Tak sedikitpun Engkau marah
Ketika aku bersenang-senang
Atau ngambek
Karena kumerasa Engkau tak adil terhadapku
Sehingga ku tak lagi mengetuk pintuMu
 
Kekasihku
Engkau tetap membasuh sayang
Jiwaku yang kosong dan ingin kembali
Engkau memelukku dengan kasih
Supaya dapat kubersandar kepadaMu
 
Kekasihku
Sedang apakah Engkau disana ?
Adakah Engkau tetap tersenyum
Melihat ku menyapaMu ?
 
Kekasihku
Bimbinglah aku
Agar aku selalu mengingatMu
Dan menyebut namaMu
Disetiap alunan nafasku

 

MATAHARI

Aug 10, ’11 12:36 PM
for everyone
 
Image
 
Ketika kubuka jendela
Pagi ini
Kumerasa 
Ada sesuatu yang menyesakkan dada
 
Kubertanya kepada Angin
Mengapa Bumi menjadi Kelabu 
 
Mengapa kau bertanya kepadaku
Bukankah aku telah memberi kesegaran pada Bumi
Jawab Angin menderu marah
Bertanyalah pada Air yang berwarna jernih
 
Mengapa Bumi berwarna Kelabu 
Tanyaku kepada Air di Samudra
 
Mengapa kau bertanya kepadaku 
Bukankah aku telah memberi kehidupan bagi kalian
Jawab Air bergejolak murka
Bertanyalah kepada Matahari yang menyinari Bumi
 
Lalu 
Kubertanya pada Matahari pagi
 
Telah kubiaskan warna warna indah di Bumi ini
Jawab Matahari dengan lembut
 
Hitam dan Putih telah berdampingan begitu serasi 
dan berdenting merdu di pianomu
Warna Pelangi begitu indah
Ketika kusentuh Air yang jatuh dari Langit
 
Lalu mengapa kau salahkan mengapa Bumi berwarna Kelabu 
Bukankah Kelabu adalah bias warnaku juga 
Bahkan dimalam kelam sekalipun 
 
Biarkan warna warna akan berwarna
dari bias sinarku
Tanpa kau sesali mengapa ia berwarna yang tidak kamu inginkan
 
Biarkan warna warna akan berwarna
Sesuai dengan sentuhan sinarku
 
Ku akan selalu memberi warna disetiap pagi
Disetiap siang
Disetiap malam
Ku akan selalu memberi kehangatan disetiap hadirku
Jawab Matahari sambil membiaskan warna Jingga
dan mengucapkan selamat tinggal di penghujung siang ini
 
Lalu akupun mengucapkan terima kasih
Kepada Matahari
 
Tak akan kusesali 
Setiap warna yang akan ia biaskan di Bumi ini 

Image

KESAL

Jun 29, ’10 10:42 AM
for everyone
 
 
Liburan sekolah kali ini tidak disia-siakan oleh Anaklanangku untuk ke rumah Eyang di Jakarta.
Mau di Jakarta yang lamaa…sampai ulang tahun disana, katanya.
 
Setelah negosiasi tentang keberangkatannya akhirnya diputuskan Anaklanangku berangkat tanpa ditemani Ibu dan pulang sendiri tanpa ditemani Eyang Puti.
Deal. Anaklanangku melonjak kegirangan
 
Jauh hari sudah kupersiapkan perjalanannya dengan memilih maskapai yang murah meriah.
Dan pilihanku jatuh pada Citilink.
 
Seperti beberapa kali setiap akan bepergian, hari demi hari selalu dihitungnya.
Kurang sembilan hari….kurang tujuh hari…kurang dua hari…dan pagi tadi aku yang masih bermalas-malasan setelah shalat Subuh, segera dibangunkan olehnya
 
Tidak seperti kepergian yang lalu, perasaanku kali ini biasa saja, Danang pun demikian pula.
Mungkin ini perjalanannya yang kedua tanpa kudampingi terasa biasa untuknya.
Disepanjang jalan celotehnya tiada henti mengenai rencananya selama di Jakarta nanti.
 
Tetapi,
Kendala dimulai ketika aku check in di counter Citilink.
“Kami tidak menerima UM,” kata petugas.
“Apa itu UM ?” tanyaku mulai curiga.
“Kami tidak menerima anak tanpa didampingi orang dewasa.”
 
Bagaikan kambing congek aku bengong seketika tanpa bisa berpikir.
Aku mulai ngeyel kepada petugasnya.
Betapa tidak ?
Aku ini bekerja dibidang travel biro.
Kuperiksa satu per satu maskapai penerbangan mana yang paling murah.
Kuperiksa satu per satu maskapai penerbangan mana yang jadwalnya paling cocok dengan jadwalku.
Dan toh sampai detik keberangkatan tidak ada secuilpun pemberitahuan dari pihak Citilink bahwa mereka tidak menerima anak tanpa didampingi orang dewasa. 
Beberapa orang yang mengantre di belakangku sudah mulai resah.
 
Naluriku berkata bahwa seat anakku pasti dijual kepada orang lain.
Dan akhirnya aku yang mengalah. Percuma aku adu argumentasi dengan petugas, toh seat pasti sudah dijual kepada orang lain.
Kalau aku ngotot pasti jadi perhatian banyak orang.
 
Dengan lunglai aku mencari flight lain yang paling dekat dengan keberangkatan Citilink, supaya Bapak Ibuku di Jakarta tidak terlalu repot menunda penjemputan anakku.
Aku dapatkan Lion Air yang cuma beda satu jam dengan penerbangan Citilink.
Dan, 
Voila, harganya 2,5 kali lipat harga Citilink !
 
Aku tidak marah.
Hanya berkata lirih “Semoga kau selamat di tujuanmu, hey pencuri seat anakku. Dan Kamu petugas Citilink semoga selamat kamu gak dipecat pimpinanmu.”

KIDUNG

Apr 19, ’10 11:57 PM
for everyone
 
Tanpa sengaja aku browsing di google, tiba-tiba aku temukan kidung yang sangat bagus dan sangat dalam maknanya….
 
Kidung Rumeksa Ing Wengi adalah kidung atau lagu yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga ketika sehabis shalat malam. 
Kidung yang memiliki lima bait ini, bait pertamanya sering dinyanyikan dikala malam sunyi. Disamping sangat mudah dihafal, pada bait ini juga mengandung mantra tolak balak, maka bait pertama inilah yang paling populer. Bait selanjutnya panjang dan bertele-tele.
 
Tetapi banyak juga yang salah mengartikan Kidung ini. Entah siapa pula yang memulai sehingga judul kidung inipun berubah menjadi Lingsir Wengi, yang celakanya selalu dihubung-hubungkan dapat memanggil hantu atau hal-hal ghaib sejenisnya.
 
Kidung yang indah ini sangat cocok kulantunkan malam ini, untuk menolak balak bagi Anaklanangku yang sedang sakit.
Sakit tidak pernah datang dengan permisi.
Sakit tiba-tiba datang disaat badan sedang tidak fit.
Tetapi aku yakin Anaklanangku dapat menghadapi dan melewatinya.
 
Tanpa sebab hari Minggu kemarin Anaklanangku bangun dari tidurnya langsung ke kamar mandi. Dan terdengarlah seperti air mengalir.
Anaklanangku diare !
Dan siang itu apapun yang masuk di perutnya akan keluar lagi…
Walaupun begitu Anaklanangku tidak mau bolos sekolah karena hari ini sampai Kamis adalah ulangan tengah semester.
Dan yang membuat aku sedih lagi, sore ini suhu tubuhnya agak naik.
Ya Allah…sembuhkanlah anakku, jauhkan dari segala penyakit…….
 
Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara 
Luputa bilahi kabeh
Jim setan datan purun
Paneluhan tan ana wani
Niwah panggawe ala
Gunaning wong luput
Geni atemahan tirta
Maling adoh tan ana ngarah ing mami
Guna duduk pan sirno

in memoriam IBU SUMIYATI

Jan 17, ’10 7:24PM
for everyone

Kusambut ceria ketika Utin menelponku, tadi pagi.
Tiada tanda apapun sebelumnya.
Ketika Utin mengabarkan bahwa Ibu Guru kami, Ibu Sumiyati, guru semasa SMP kami telah berpulang.

Seketika itu otakku tak mampu terfokus pada ucapan Utin di telepon.
Ingatanku berputar-putar.
Jauuuh….ketika kami SMP.

Aku bersekolah di SMP Negeri I Surabaya.
Suatu kebanggan tersendiri bisa menembus SMP favorit se Jawa Timur ini.
Disinilah kami diajar oleh Ibu Sumiyati, guru Fisika.
Yang pernah menjadi wali kelasku dikelas IB dan IIID.

Bu Sum, begitulah kami biasa memanggil, adalah guru yang jenius.
Beliau pelit senyum, pula pelit nilai.
Kami muridnya sepakat untuk menjulukinya “KILLER”

Dimata Beliau, kami, terutama aku, tidak pernah ada benarnya.
Selalu saja ada alasan bagi Beliau untuk menegurku tentang hal-hal yang remeh temeh (lebih tepatnya memarahi aku, menurutku) dengan gayanya yang tak pernah aku lupakan.
Dan suatu ketika beliau memarahi aku hingga aku menangis dan menaruh dendam yang begitu mendalam hingga aku dewasa.

“Kamu tidak akan menjadi orang…!” begitu sabdanya.
Sabda itu terus mengiang-ngiang sampai sekarang setiap kali kudengar nama Beliau.

Pernah kami mengadakan reuni di tahun 2004.
Semua teman berebut menyalami Beliau.
Tak sebersitpun keinginanku untuk melakukan hal yang sama.

Pun ketika aku pulang dari kantor,
Kulihat Beliau berdiri di seberang jalan di depan rumahku untuk menanti angkot.
Tak sedikitpun aku berniat untuk mendatanginya.
Apalagi untuk mempersilakan beliau mampir ke rumahku.

Ingin aku mengatakan “Inilah muridmu yang pernah Ibu sabda tidak akan pernah menjadi “seseorang”. Inilah muridmu yang sekarang memimpin beberapa karyawan. Inilah muridmu yang telah memiliki sebuah travel.”

Tapi
Semua tidak pernah aku lakukan.
Jangankan mempersilakan beliau mampir ke rumahku,
Memandangpun aku tak sudi.

Kini,
Ketika Utin menutup telepon, baru aku tersadar.
Betapa merasa berdosanya aku terhadap Beliau.

Kini,
Akupun baru sadar.
Bahwa karena sabdanyalah aku terpacu untuk menjadi yang terbaik.
Bahwa dari Beliau lah aku mendapatkan ilmu.
Dari beliaulah aku menjadi manusia tangguh.

Dan ketika aku mendapat kabar melalui jejaring Facebook
Aku tidak mengucapkan bela sungkawaku.
Aku memilih untuk merenung dan berdoa untuk Beliau, dengan caraku.

Ya Allah
Berilah Bu Sum kelapangan jalan untuk mendapatkan tempat yang layak disisi Mu.
Ampunilah kesalahan yang pernah Beliau lakukan.
Terimalah amal ibadah Beliau.
Dan ampunilah hambaMu yang telah menaruh dendam begitu lama terhadap Beliau.

Innalillahi wa inna illaihirojiuun
Semua yang berasal dari Mu akan kembali jua kepada Mu.

Selamat jalan Ibu Sumiyati.
Maafkanlah ananda yang pernah mendendam pada Ibu.

KAMU

Jan 11, ’10 11:02 AM
for everyone

Ah….Kamu ada lagi.
Disana……….

Warna kulitmu putih bersih, tidak seperti warna kulit orang Indonesia pada umumnya.
Wajahmu lumayan, walau belum bisa dikatakan cantik.
Dengan bedak sedikit lebih tebal tidak menyatu dengan kulit wajahmu.
Terasa menyolok dikeramaian jalan Pemuda.

Setiap kali aku melintasi jalan ini.
Hampir dipastikan Kamu selalu ada disana.
Kupikir, Kamu menanti angkot untuk membawamu ke suatu tempat.
Atau menanti seseorang untuk menjemputmu.
Ternyata memang Kamu menanti seseorang.
Untuk memberi kenikmatan duniawi.

Tetapi,
Mengapa disiang hari bolong.
Disaat orang sibuk mencari nafkah secara halal.

Apakah Kamu tidak malu berdiri disana ?
Apakah tidak ada pekerjaan lain yang lebih halal ?
Apakah Kamu tidak berpikir seandainya teman anakmu melintasi jalan ini ?
Apakah tidak Kamu pikirkan seandainya teman Ibumu melewati jalan ini ?
Apakah…
Apakah…
Ah, banyak pertanyaan diotakku.

Suatu ketika,
Aku melintasi jalan lain.
Dengan riangnya Kamu menyeberang jalan bersama Ibumu.
(dari wajah dan bahasa tubuh kalian aku simpulkan bahwa itu Ibumu)
dan anak lelakimu.
(yang hampir sebaya dengan Ananklanangku)
Atau kali lain dengan bergandengan tangan kalian bertiga lewat di depan rumahku.

Miris aku mengingat.
Bagaimana perasaan Anak Lelakimu.
Apa yang dirasakan Ibumu.
Makanan apa yang terhidang di meja makanmu.

Beberapa hari lalu.
Sejak musim penghujan datang.
Aku tidak lagi melihat sosokmu berdiri di pinggir jalan Pemuda.
Diam-diam aku menantimu, ingin melihat Kamu ada disana.
Tetapi disisi lain aku berharap bahwa Kamu telah mendapatkan pekerjaan yang halal.
Atau paling tidak Kamu telah sadar.

Ternyata aku salah.
Sore ini kembali kulihat sosokmu ada disana.
Seperti biasanya.
menanti para hidung belang yang ingin melepaskan hajatnya.

Tanpa sadar aku bersenandung lirih

Roxanne
You don’t have to put on the red light

BELAJAR MANDIRI

Dec 30, ’09 12:04 AM
for everyone

“Kurang dua belas hari…”

“Kurang enam hari lagi…”

“Kurang dua hari lagi…”

dan, subuh tadi

Horee….mas Danang ke Jakarta…!”

Begitulah Anaklanangku menghitung hari.
Sudah lama terjadi polemik dan sempat adu argumentasi antara Ibuku dan aku.Aku ingin Anaklanangku lebih mandiri dengan keberangkatnnya ke Jakarta seorang diri, tanpa aku dampingi. Toh di Surabaya aku bisa melepasnya hampir di pinggir pesawat, dan sesampainya di Jakarta Eyang nya akan menjemputnya. Apa susahnya, begitu argumentasiku.

Kalau menuruti kata hati memang tidak akan tega melepaskan anak semata wayang, yang masih berumur tujuh tahun untuk terbang sendiri.
Tapi itulah aku. Aku tidak akan berpikiran egois sesuai keinginanku agar Anaklanangku manjadi ini itu, harus begini begitu. Aku selalu berusaha memposisikan diri sebagai anak yang melakoninya, anak yang masih panjang langkahnya. Aku akan membuat high light dalam kehidupannya. Bukankah aku hanya memberi bekal untuknya ?

Tiba saatnya Anaklanangku memasuki ruang tunggu dan untuk selanjutnya memasuki pesawat terbang dengan didampingi petugas dari Mandala Air.
“Ya Allah Gusti, kuatkanlah hati hamba. Jangan berikan saya air mata agar Anaklanangku tegar sesaui dengan janjinya.”
Sekuat tenaga aku tersenyum dan membesarkan hatinya agar everything is ok and gonna be alright.
Duh Gusti, tak kuasa tanganku untuk mengambil kamera yang sudah kusediakan sejak malam harinya untuk mengabadikan detik-detik keberangkatan ini. Bahkan untuk sekedar melambaikan tanganpun aku tak Kuasa. Yang aku rasakan bibirku yang bergetar untuk kupaksakan tersenyum.

Dan yang kuingat dari pandangan mata Anaklanangku, antara ingin menunjukkan betapa mandirinya dia dan ingin kembali berlari kepelukanku.
Detik-detik kuikuti langkahnya sampai menghilang memasuki badan pesawat, hingga pesawat lepas landaspun tak lepas dari pandanganku.

Selama sisa hari ini sudah lima kali Anaklanangku menelponku untuk sekedar melaporkan kedatangannya, makan bakmi Gajah Mada, kangen Ibu, dibelikan terompet tahun baru oleh Eyang Putinya, makan semur lidah. Dan ditutup dengan sms “Good night Ibu, I love you.”

Malam ini ketika aku akan tidur mendadak tempat tidurku terasa sangat luas tanpa Danang disisiku.
Kini aku hanya bisa berdoa agar Anaklanangku enjoy selama di Jakarta. Dan pengalaman tadi pagi akan menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan seumur hidupnya.

SATU PELUKAN UNTUK IBU

Dec 22, ’09 10:14 PM
for everyone

Siang ini berjalan seperti siang siang sebelumnya, tidak ada yang istimewa, menurutku.
Tapi menjadi lain setelah makan malam tadi.
Mbah Yam, pembantu setiaku menanyai Anaklanangku dengan pertanyaan sepele.
“Mas Danang sudah kasih ucapan selamat Hari Ibu, belum ?”
Mendadak mata Anaklanangku memerah menahan tangis, dan sejurus kemudian pecahlah tangisnya tersedu-sedu.
Wah gawat, pikirku saat itu. Karena biasanya Anaklanangku hanya menangis apabila aku marahi.Nah ini kenapa ? Apakah di sekolah dihukum gurunya, ataukah dijahili temannya tapi tidak bisa membalas atau…atau…seribu pertanyaan ada di benakku.

Maka kubimbinglah Anaklanangku masuk kamar dan kubiarkan menangis di pangkuanku.
Setelah agak reda aku bertanya mengapa sampai semenderita itu.
Dengan terbata-bata Anaklanangku bicara, “Tadi pak Bambang guru musik bilang kalau hari ini Hari Ibu, nanti kalau pulang sekolah kasih selamat kepada Ibu. Soalnya kalau Ibu mati nanti menyesal.”
Anakku ngger….karena itu kah kamu menangis……..?

Teringat tadi siang ketika aku menjemputnya di sekolah…
Bertemu di halaman sekolah pandangan mata Anaklanangku memancarkan keanehan. Di dalam mobil pun ketika aku tanya tentang ulangan matematikanya hanya dijawab “Biasa aja…”
Tetapi sepanjang perjalanan pulang selalu menatapku dengan tatapan mata yang aneh. Ketika kutanya kenapa menatap Ibu seperti itu, tidak dijawabnya.
Ah mungkin capek, pikirku dalam hati.
Sebelum turun dari mobil tidak disangka-sangka Anaklanangku memelukku dengan erat sambil mengucapkan,”Selamat hari Ibu, I love you.”

Kini, aku jadi mengerti arti tatapan aneh Anaklanangku tadi siang.
Dan sebelum bobo malam ini aku ajak dia untuk berdoa,”Ya Allah berilah Ibu dan mas Danang kesehatan yang baik. Berilah kami umur panjang yang barokah, agar Ibu dapat membimbing dan mengantarkan mas Danang menjadi anak yang pandai. Anak yang berguna, saleh dan anak yang dapat Ibu banggakan. Aamiin.”

MINGGAT

Nov 21, ’08 2:25 AM
for everyone

Ketika itu hatiku sedang suntuk, sumpeg ga karuan.
Terbersit pengen minggat.
Ya MINGGAT.
Minggat ke Amrik.

Namanya juga minggat dengan perasaan sumpeg, pasti segalanya tidak dipikir dengan matang, termasuk kepulanganku ke Indonesia.
Aku tidak menentukan tanggal pulang di ticketku, alias OD, Open Date.

Pada hari H berangkatlah aku melalui Singapore, transit Narita.Tanpa hambatan.
Setelah melalui perjalanan 10 jam tibalah aku di Bandara Chicago untuk meneruskan lagi ke Buffalo di Negara Bagian New York.

Kulihat orang-orang antri rapi di untuk diperiksa di bea cukai.
Ada satu orang dua orang digiring untuk diperiksa dengan intens di zona kuning. “Aku pasti bukan termasuk orang-orang itu,” batinku sombong.
Tiba saatnya digiliranku untuk diperiksa surat-surat kelengkapanku.
“Silakan masuk zona kuning,” kata petugas yang tidak ramah itu, tentunya dengan berbahasa Inggris.
Dhegg !! Ada apa ? Mengapa ? Toh aku sudah berkali-kali berkunjung di negara ini.
Dengan lunglai aku masuk zona kuning.
Inilah buah dari kesombongan, kebohongan, keminggatan dan akibat ticket OD ku, begitu aku mengutuk diriku sendiri.

Semenit dua menit….lima belas menit petugas yang lebih angker lagi mempersilakan aku masuk bilik kecil seukuran 2m x 2m.
Ditanya alasanku berkunjung bla bla bla aku jelaskan padanya, toh si Petugas angker itu tak juga bergeming.
Akhirnya aku keluarkan juga satu persatu senjataku,”Saya punya Oom yang bekerja di Kedubes Indonesia di New York, silakan anda telepon sendiri padanya.”
Allah Maha Besar, Oom Simon sedang keluar makan siang jadi tidak sempat si Petugas bertanya-tanya tentang aku.
Mana tahu Oom Simon kalau aku datang ke Amrik, namanya juga MINGGAT.

Satu poin sudah aku keluarkan, tapi rupanya si Petugas masih ingin mencari kesalahanku.
“Mengapa datang ke Buffalo sedangkan Oom kamu di Bronx, New York ?” si Angker bertanya lagi.
“Aku ingin mengunjungi teman di Buffalo dahulu, setelah itu baru aku ke New York,” jawabku masih sabar.
“Mengapa kamu ingin ke New York,” si Petugas masih mencecarku.
“Sebentar lagi Natal Mister, aku ingin melihat lampu-lampu seperti di Home Alone Lost in New York. Tau nggak sih ?!  Aku juga ingin lihat kembang api di tahun baru,” begitu kataku keluar begitu saja dari mulutku. *Haah….??!!*
Sekilas kulihat ada sedikit perubahan wajah si Angker dan berusaha menahan tawa….mungkin dalam hatinya menjerit “Ndueso tenan kowe nduuk….arek Indonesia !!!”
Ya…itulah jurus terakhirku yang memang keluar spontan untuk meminta belas kasihannya.
Kulirik pula cctv di atas kepalanya yang menyorot kepadaku dan membatin dalam hati pasti orang di dalam sana tergelak-gelak mendengar ke’ndeso’an ku.

Sejenak si Petugas keluar ruangan, mungkin dia ke ruangan lain untuk terpingkal-pingkal, aku tidak peduli, yang aku inginkan hanya keluar dari ruangan ini secepatnya untuk menumpang pesawatku tujuan Buffalo.

Lalu masuklah si Petugas ke ruangan.
Belum puas si Petugas mengerjaiku.
“Saya menemukan gaun pengantin dalam kopermu !” kata dia sekali lagi.
“Tidak. Semua baju yang kubawa tidak ada yang istimewa.”
“Ada !” si Petugas ngotot.
“Tidak ada !” jawabku tidak kalah ngotot.
“Ini !,” katanya, sambil menunjuk seonggok kain yang tidak bisa dibilang terlalu putih.
Sejenak aku tertegun, terpaku tanpa kata-kata.
Letih, capai badan dan otak.
“Itu mukena, Mister, saya orang muslim. Saya pakai itu untuk shalat,” sambungku letih, tanpa ekspresi.
Beberapa detik kemudian kulihat mimik si Angker tersenyum tipis dan kudengar,”OK. Welcome to America !”
@&#^! Segudang cacian khas Suroboyo aku alamatkan kepada si Petugas angker itu, tentunya dalam hati.
“Kali ini kamu yang ndeso le….,” rutukku dalam hati sambil cepat-cepat kabur lari dari petugas itu tanpa peduli baju-bajuku yang masih mbrodhol sana sini.
Wuuuuzzzzz !

Akhir tahun 1989